Posted on 21 Mar 2025
Back to main article
Posted on 21 Mar 2025

Siapa di sini yang FYP TikTok atau Explore Instagram-nya dipenuhin sama orang yang ngomongin Lapis Legit dan Bika Ambon? Terus, ikutan ngiler nggak sih, saking seringnya konten-konten itu muncul?

If you’re like me, then this article is definitely for you! Yup, soalnya hal ini menarik banget buat dibahas dari kacamata content, social media, dan digital marketing. Gimana nggak, kue klasik yang udah diturunin dari generasi ke generasi ini tiba-tiba viral banget dan jadi sensasi! Influencers punya peran besar dalam proses viralnya Lapis Legit dan Bika Ambon. Lebih serunya lagi, fenomena ini ngebuka banyak banget diskursus yang dibahas oleh berbagai macam generasi dan kalangan!

Beyond the hype, this phenomenon reveals a deeper cultural layer—how different generations interact with nostalgia, food heritage, and digital trends. Let’s break it down.

Generational Reactions: Dari Boomers sampai Gen Z

Baby Boomers: Tren yang Nostalgic

Buat Baby Boomers, Lapis Legit dan Bika Ambon ini lebih dari sekadar kue. Mereka tumbuh besar dengan jenis-jenis kue basah tradisional, jadi udah pasti ikatan emosionalnya kuat banget. Buat mereka, kue-kue ini adalah  simbol kebersamaan, momen lebaran, dan nostalgia masa kecil.

Secara demografis, mereka mungkin bukan generasi yang mendominasi di media sosial. Tapi, nggak heran jadinya kalau banyak dari generasi ini yang turut andil engage di tren ini. Buat mereka, di antara tren makanan yang baru-baik yang fusion ataupun yang modern-tren dua kue klasik ini dekat di hati dan bikin antusias. Itu juga yang bikin mereka bisa lebih kritis kalau rasanya udah nggak “seasli dulu”

Millennials: Antara Tradisi & Tren

Millennials tuh generasi yang ada di tengah-tengah—mereka ngerti nilai tradisi tapi juga excited sama inovasi baru, apalagi kalau ada versi premium atau aesthetic dari kue ini. Millenials tumbuh sebelum teknologi dan informasi berkembang dengan cepat, jadi mereka ngerasain juga apa yang orang tua mereka rasain. Itulah kenapa, kue-kue ini juga punya relasi emosional yang kuat. 

Mengingat bahwa generasi Millenials jadi salah satu kelompok yang mendominasi di media sosial, nggak heran kalau they have a lot to say over this trend. Mereka share review, debat harga, dan ngikutin drama atau kontroversi seputar brand-brand yang jual kue ini. 

Gen Z: Tren Dulu, Baru Nostalgia

Sebenernya, Gen Z juga cukup familiar dengan Lapis Legit ataupun Bika Ambon. Bedanya, mereka lebih banyak terdistraksi sama tren dan inovasi makanan yang ada sekarang. Mungkin, kalau misal ini nggak viral, Lapis Legit dan Bika Ambon nggak jadi top of mind mereka ketika lagi mau beli kue atau kudapan manis. 

Selain millenials, tentu aja Gen Z jadi salah satu generasi yang mendominasi di media sosial. Bagi sebagian Gen Z, Lapis Legit dan Bika Ambon mungkin aja triggers nostalgia, similar to how their millennial siblings responded to it. However, this hype serves as an awakening rather than nostalgia for them.

The Domino Effect: Kok Bisa Viral Banget?

Fenomena ini nunjukin pola yang sering terjadi di tren media sosial:

  1. Hype Awal: Ada satu post atau review yang bikin orang penasaran.
  2. Mass Participation: Orang-orang mulai nyobain dan share pengalaman mereka sendiri.
  3. Debat & Kontroversi: Entah itu soal harga, kualitas, atau branding, pasti ada perdebatan yang bikin tren makin rame.
  4. Puncak & Penurunan: Setelah mencapai titik viral tertinggi, tren ini bisa berkembang jadi sesuatu yang baru atau perlahan meredup.

Efek domino ini bukan cuma nge-boost popularitas suatu produk, tapi juga ngebuka ruang diskusi yang lebih luas, dari mulai appreciation sampai kritik.

What Brands Can Learn

  1. Baby Boomers: Mainkan storytelling tentang tradisi, keluarga, dan keaslian rasa.
  2. Millennials: Gabungin nostalgia dengan sentuhan modern, dari premium packaging sampai experience yang relatable.
  3. Gen Z: Pakai pendekatan fun, retro, dan playful biar lebih engage sama audience yang lebih muda.

Final Thoughts: Nostalgia x Digital Culture

Lapis Legit dan Bika Ambon nunjukin gimana nostalgia, social media, dan digital culture bisa nge-boost sesuatu yang klasik jadi tren baru. Kalau lo seorang marketer atau content creator, fenomena ini bisa jadi pelajaran berharga buat ngerti gimana audience beda generasi engage sama sebuah tren.

Jadi, pertanyaannya: what’s next? Klepon? Kue Cubit? We’ll see! Stay tuned, Buddies!

Related Article

tren kreatif di indonesia
22 Apr 2025

Tren Kreatif di Indonesia: dari AI sampai Konten yang Rooted ke Budaya

Tren kreatif di Indonesia makin bergerak ke arah yang lebih bermakna. Brand wajib beradaptasi, dari AI hingga konten yang berakar ke budaya!

Read More
creative data
21 Apr 2025

Bukan Cuma Estetika! Begini Cara Creative Data Bantu Kampanye Lebih Nendang

Creative data bisa bantu brand bikin konten yang relevan, berdampak, dan tetap berkarakter. Ini cara tingkatkan hasil tanpa buang idealisme!

Read More
soft power dalam digital marketing
20 Apr 2025

Empathy is Power: Soft Power dan Dominasi Strategi Perempuan dalam Digital Marketing Modern

Pendekatan soft power dalam digital marketing bantu brand membangun hubungan yang lebih empatik, relevan, dan jangka panjang

Read More